Kamis, 14 April 2011

MENGUBURKAN JENAZAH DI DARAT DAN LAUT_abdul.com


MENGUBURKAN JENAZAH DI DARAT DAN LAUT

       I.            PENDAHULUAN
Dalam ajaran islam telah mengajarkan tentang tata cara beribadah, seperti cara shalat, cara bersuci, cara  mengurus jenazah dll. Yang mana tata cara itu tidak di jelaskan secara menditail di dalam Al-Qur’an, maka dijelaskanlah dalam hadis-hadis Rasulullah SAW. Sehingga dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis maka banyaklah keluar pendapat-pendapat ulama tentang masalah fiqhiyah. Dalam makalah ini akan menjelaskan bagaimana cara mengubur jenazah seorang muslim baik di daratan maupun di tengah laut.

    II.            PERMASALAHAN
1.      Cara menguburkan jenazah di darat
2.      Cara menguburkan jenazah di laut
3.      Hukum menguburkan jenazah di laut

 III.            PEMBAHASAN
1.      Cara menguburkan jenazah di darat
Jenazah berasal dari bahasa arab, yaitu jinaazah jamakny janaaiz yang artinya usungan mayat / mayat. Yang mana menguburkan jenazah termasuk fardu kifayah bagi kaum muslim yang mengetahui adanya kematian tersebut. Al-Qur’an dan hadist-hadist nabi SAW telah menjelaskan bahwa menguburakan jenazah adalah hal yang disyariatkan dalam agama, sebagaiman berikut :
“Bukankah kami menjadikan bumi sebagai tempat berkumpul orang-orang hidup dan orang-orang mati.”(Al-Mursalat:25-26)
“Kemudian Allah mematikannya, lalu menguburkannya.”(Abasa:21)
Sebelum masuk kedalam permasalahan penguburan jenazah, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang kewajiban dan kesunnatan yang dilakukan terhadap jenazah, yang mana agama islam telah mensunnatkan pemeliharaan terhadap jenazah, maka setelah diketahui bahwa orang itu benar-benar meninggal, disunnatkan sebagai berikut:
a.       Dipenjamkan kedua matanya
b.      Ditutup mulutnya dengan diikat daguny dengan kepalanya
c.       Dibuka pakaiannya
d.      Deselimuti dengan kain yang ringan dan menutupi tubuhnya
e.       Diselesaikan segala hutang-hutangny, kalau ada
f.       Dipercepat penguburannya.
Sedangkan kewajiban kifayah terhadap mayat orang islam itu ada 4 perkara :
a.       Memandikannya
b.      Membungkusnya
c.       Menshalatkannya
d.      Menguburnya[1].
Adapun cara menguburkan jenazah yaitu:
1)      Memperlebar kuburannya, Nabi menganjurkan agar memperdalam dan memperlebar kuburan, sebagaimana sabda beliau :
“Galilah, luaskanlah dan dalamkanlah.”(Hadist riwayat Tirmidzi dengan derajat Hasan)
2)      Membaca doa, adapun ketika meletakkan jenazah di liang lahat, hendaklah orang-orang yang meletakkan tersebut membaca sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah SAW dalam sabda beliau :
“Bila kalian meletakkan jenazah dalam kubur, maka ucapkanlah bissmillah wa’ala millati rasulillah. ‘(Hadist riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan mengatakan bahwa derajat hadist tersebut hasan), artinya adalah “dengan nama Allah atas ajaran Rasulullah.”
3)      Di dalam liang lahat jenazah diletakkan dalam posisi miring dengan sisi kanan jasad jenazah di bawah dan menghadap kiblat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang Ka’bah:
“Ka’bah adalah kiblat kalian(baik ketika masih) hidup maupun (ketika telah) mati.”(Hadist riwayat Abu Dawud dan perawi-perawi yang lain).
4)      Di bawah kepalanya diletakkan bantalan dari tanah, batu atau batu bata. Sisi jenazah bagian depan, dari kepala hingga kaki didekatkan atau disandarkan ketanah didepannya. Kemudian dibagian punggung jenazah diletakkan ganjal yang berupa tanah agar jenazah tidak terbalik kebelakang. Dengan merapatkan bagian depan jenazah ketanah didepanny dan member ganjalan pada punggung, posisi jenazah tetap dalam keadaan miring dan menghadap kiblat, selanjutnya lahat ditutupi dengan batu bata atau tanah hingga rapat.
5)      Setelah itu kuburan diuruk denan tanah bekas galian. Bagian atas kuburan ditinggikan sekitar satu jengkal dari tanah dan membentuk gundukan cembung agar air dapat mengalir ke sisi-sisi pinggirnya. Supaya tanah tidak bersebaran diberi batu kerikil dan diperciki denga air, sehingga tanah menjadi lengket dan padat.
Maksud atau hikmah meninggikan kuburan barang sejengkal adalah agar orang-orang tahu bahwa itu adalah kuburan, sehingga mereka tidak menginjaknya. Ada baiknya juga meletakkan batu kerikil di sisi-sisi pinggirnya sebagai pembatas dan tanda agar mudah dikenali oleh para keluarganya. Alangkah baiknya bila selesai menguburkan, kaum muslimin berdiri dekat kubur mendo’akan dan memintakan ampunan bagi jenazah denga ikhlas. Rasulullah SAW bila telah selesai menguburkan jenzah, beliau berdiri dekat kubur tersebut dan bersabda:
“Mintalah ampunan bagi saudara kalian dan mohonkanlah baginya kemantapan karena sekarang dia akan ditanya.”(hadist riwayat Abu Daud)

2.      Cara menguburkan jenazah di laut
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang cara penguburan jenazah di daratan, tapi bila jenazah itu meninggal di tengah laut, maka berbeda lagi permasalahannya.
Menguburkan jenazah di laut di artikan sebagai upaya menurunkan suatu mayat ke dasar laut, karena kendaraan yang membawanya tidak dapat mendarat Demikian pula dikatakan dalam banyak hadist bahwa menguburkan jenazah merupakan perbuatan bakti, taat kepada Allah, dan juga sebagai kemuliaan bagi jenazah.
Kadang-kadang terjadi suatu kasus, di mana penumpang kapal laut atau perahu yang mana di antaranya ada yang meninggal dunia, sedang waktu perjalanannya untuk sampai kepada objek yang dituju masih lama.
Kita harus lihat dahulu, kalau keadaan kita telah hampir mendarat dan tidak dikuatirkan jenazah itu akan rusak, maka haruslah kita menunggu sampai kita mendarat dan dikubur didaratan seperti orang mati lainnya. Tapi kalau tidak, maka jenazah itu segera di mandikan, dikafani, disembahyangkan. Diikatkan keperutnya sesuatu benda yang berat, seperti sepotong besi, timah atau lainnya, lalu di hanyutkan kedalam laut dengan perlahan-lahan dan dipasrahkan kepada Allah yang Maha Memelihara segala titipan.
Dalam hal ini tidak ada pendapat sesuatu keterangan nash dari Nabi, oleh karena itu ulama-ulama berselisih paham dalam masalah ini. Sebagaimana biasa terdapat perselisihan faham dalam perkara-perkara yang tidak terdapat nashnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Pendapat-pendapat itu antara lain:
Ø  Hasan Bashry berpendapat, mayat itu harus dibaringkan dalam tempat seperti keranjang atau sejenisnya dan diturunkan kelaut.
Ø  Syafi’I berpendapat, tubuhnya harus diikatkan diantara dua keeping papan, supaya dibawa ombak ketepi pantai, kalau-kalau ditemukan oleh orang dan menguburkannya didaratan. Tetapi kalau mereka turunkan saja kelaut tidaklah berdosa.
Ø  Ahmad bin Hanbal berpendapat, harus ditangguhkan, kalau mereka mengaharap akan dapat menguburkannya didarat, dan boleh mereka tahan jenazah itu sehari atau dua hari, selama tidak dikuatirkan rusak. Kalau tidak maka jenazah itu dimandikan, dikafani diberi kapur barus, disembahyangkan, lalu diikatkan kepadany sesuatu benda yang berat, dan sesudah itu dikebumikan kedalam laut[2].
Pendapat-pendapat diatas tentang jenazah di tengah-tangah laut adalah ijtihad ulama dan kebijaksanaan mereka semata-mata, dan tidak berdasarkan dari Al-Qur’an maupun Sunnah, walaupun pendapat dan ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal dalam hal ini lebih baik dari pada pendapat lainnya, sebab jika mengupayakan agar mayat itu dapat hanyut ke pinggiran laut, dikhawatirkan akan menggemparkan suasana masyarakat yang menemukannya. Atau sama sekali tidak ditemukan oleh masyarakat, akhirnya dapat dimakan oleh binatang buas dan tulang-tulang nya dapat terceceran ke mana-mana. Maka lebih baik bila ditenggelamkan ke laut setelah dimandikan, dikafani ( dibumgkus denan kain yang ada), serta disembahyangi, lalu diturunkan ke laut dengan cara yang sama dengan ketika menurunkan ke liang kubur.
Seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah, yang mana beliau berpendapat bahwa jika jenazah diturunkan kelaut dapat menyembunyikannya, sesuai dengan maksud menguburkannya. Akan tetapi bila menurunkan ke laut dengan mengikat di antara dua papan atau sejenisnya, maka bertentangn dengan maksud menguburkannya, karena keadaannya dapat berubah dan kafannyapun dapat tersingkap, bahkan mungkin ia dapat terdampar kepinggiran pantai dalam keadaan telanjang. Dan bisa saja ditemukan oleh orang-orang musyrik[3].

3.      Hukum menguburkan jenazah di laut
Sebenarnya, tempat yang paling afdol ditempati untuk menguburkan mayat adalah di kuburan umum, karena resikonya dalam kesehatan masyarakat lebih kecil dibandingkan dengan ketika dikuburkan di halaman rumah atau masjid.
Memang jenazah Rasulullah dikuburkan di halaman rumahnya di Madinah, karena dikhawatirkan oleh ‘Aisyah kalau kuburan itu ditempati, orang-orang Muslim akan menyembahnya, seperti halnya Nabi-Nabi sebelumnya. Oleh karena itu, dikuburkanny jenazah rasulullah di halaman rumahnya, semata-mata untuk menjaga agar tidak ditempati orang-orang melakukan tindakan musyrik.
Akan tetapi, bila seseorang meninggal di tengah lautan, sedangkan perjalanan untuk sampai ke daratan masih jauh, maka boleh menguburkan di laut, dengan ketentuan harus jenazah itu dirawat secara Islam. Misalkan lebih dahulu dimandikan, dikafani(dibungkus dengan kain), disembahyangi, baru diturunkan ke laut.

 IV.            KESIMPULAN
Jenazah berasal dari bahasa arab, yaitu jinaazah jamakny janaaiz yang artinya usungan mayat / mayat. Dan menguburkan jenazah termasuk fardu kifayah bagi kaum muslim yang mengetahui adanya kematian tersebut. Akan tetapi, bila seseorang meninggal di tengah lautan, sedangkan perjalanan untuk sampai ke daratan masih jauh, maka boleh menguburkan di laut, dengan ketentuan harus jenazah itu dirawat secara Islam.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat. Semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Tentu masih banyak kekurangan di dalam penulisan makalah ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamdani, Said Abdullah, Bagian Djanaiz Dan Segala Persoalan Menurut Adjaran Islam, (Bandung, P.T. Al-Ma’arif:1983)
Majhuddin, H, Drs, M.Pd.I, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta, Kalam Mullah:2003)
Syaf, Mahyuddin, Fiqih Sunnah 4, (bandung, P.T. Al-Ma’arif:1981)
Zarkayi, imam, KH, Fiqh 1,(Ponorogo, Trimurti Press:1995)
www.ngajisalaf.net


[1] Mahyuddin Syaf, Fiqih Sunnah 4, (bandung, P.T. Al-Ma’arif:1981)

[2] Said Abdullah Al-Hamdani, Bagian Djanaiz Dan Segala Persoalan Menurut Adjaran Islam, (Bandung, P.T. Al-Ma’arif:1983)

[3] Majhuddin, H, Drs, M.Pd.I, Masailul Fiqhiyah,(Jakarta, Kalam Mullah:2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar