Kamis, 14 April 2011

HUKUM KETENAGAKERJAAN_abdul.com


HUKUM KETENAGAKERJAAN
I.      PENDAHULUAN
Ketika Negara tetangga kita sedang menikmati keberhasilan sistem ketenagakerjaannya, kita masih terkutat dengan permasalahan gimana caranya agar tenaga kerja di Indonesia menjadi sejahtera dan pengusahapun mengalami yang sama. Sampai-sampai banyak sekali demo dimana-mana untuk menuntut hak tenaga kerja, yah terutama para buruh yang selalu dikatakan menjadi sapi perah bagi para pengusaha. Permasalahan yang dilmatis bagi Indonesia apabila sangat berpihak ke pekerja maka ada kemungkinan pengusaha ngambek dan parahnya (mungkin) investor kabur semua..nah kali terlalu berpihak ke pengusaha, mungkin sila Pancasila yang ke-2 Kemanusiaan yang adil dan beradab akan berubah menjadi Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab, karena memeras keringat sendiri tapi untuk keuntungan orang/Negara lain…yah begitulah kira-kiranya dilematis yang dihadapi Negara kita.
Sudah berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tenaga kerja, seperti buruh pabrik yang masih saja belum mendapatkan haknya, kemudian tenaga kerja di luar negeri yang ternyata sampai sekarang masih terdapat kasus-kasus yang sangat memiriskan hati kita.. dalam hal ini saya coba fokuskan usaha pemerintah dalam mengatasai permasalahan tenaga kerja di Indonesia dengan mengeluarkan UU No 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan.
II.       RUMUSAN MASALAH
A.   Arti dan Fungsi hukum Ketenagakerjaan.?
B.    Sejarah hukum Ketenagakerjaan.?
C.    Ruang lingkup dan sumber hukum perburuhan/hukum ketenagakerjaan.?
D.   Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.?
III.    PEMBAHASAN
A.   Arti dan Fungsi hukum Ketenagakerjaan[1]
Pengertian hukum ketenagakerjaan Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hokum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah mas kerja.
 Fungsi Hukum Ketenagakerjaan Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hokum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang diharapkan oleh pembangunan. Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum kertrnagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan.
 Pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatanperlindungan tenaga kerja. Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukum ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja.
B.    Sejarah hukum Ketenagakerjaan
Asal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase[2],  ketika itu bangsa Indonesia mulai sudah mengenal adanya sistem gotong royong, antara anggota masyarakat. Gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi . Sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua orang. Gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum ketenagakerjaan adat, dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari waktu ke waktu.
Setelah memasuki abad Masehi, ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan, seperti saat jaman kerajaan Hindu terdapat suatu sistem pengkastaan  antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budak dari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan Islam walaupun tidak secara tegas adanya sistem pengangkatan namun sebenarnya sama saja. Pada masa ini kaum bangsawan memiliki hak penuh atas para tukangnya. Nilai-nilai keIslaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh dinding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad sebelumnya.
Pada saat masa penjajahan Belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat, perlakuan terhadap budak sangat keji dan tidak berprikemanusiaan. Satu-satunya penyelesaiannya adalah mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka baik sosiologis, yuridis dan ekonomis.
Selain kasus Belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja. Rodi adalah kerja paksa yang semula merupakan bentuk gotong royong oleh semua penduduk pedesaan suku tertentu. Namun hal tersebut dimanfaatkan oleh penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Belanda.
C.    Ruang lingkup dan sumber hukum perburuhan / hukum ketenagakerjaan 
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja (post employment). Jangkauan hukum ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata yang lebih menitik beratkan pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja. Sumber hukum perburuhan / hukum ketenagakerjaan 
a.   Peraturan perundangan (UU dalam artian internal)
b.  Adat dan kebiasaan 
c.   Keputusan-keputusan pejabat dan badan pemerintah
d.  Traktat
e.   Peraturan kerja
f.   Perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan
D.   Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan[3]
Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.
Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya) dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003. Dalam UU No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
·     Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1);
·     Pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
-        Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
-        Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
-        Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
-         Tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)
·     Perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3); perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
·     Perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam
·      Keputusan menteri (ayat 5);
·      Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
·      Hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7);
·     Bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
·   Adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
·   Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
·   Perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
·   Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing mempunyai nama lain yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain.Di negara-negara maju seperti Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servicenya.
Pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan di Indonesia. Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing; seperti penghematan biaya (cost saving), perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan utamanya (core business), dan akses kepada sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh perusahaan.
Disinlah mulai ada pergeseran mengenai fungsi outsourcing, yang seharusnya hanya diberikan untuk pekerjaan-pekerjaan bukan inti, seperti cleaning services atau satpam. Namun dalam perkembangannya Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit dkk). Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi permanen. Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun). Bahkan di beberapa perusahaan justru memberikan pekerjaan inti kepada karyawan dari outsourcing seperti PT KAI, yang memperkerjakan tenaga outsourcing untuk bagian penjualan tiket, porter, administrasi dan penjaga pintu masuk. Padahal pekerjaan-pekerjaan tersebut terkait langsung dengan jasa angkutan kereta api. Kemudian banyak perusahaan lainnya yang melakukan pelanggaran seperti ini. Umumnya tenaga kerja di outsource untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak berkewajiban menanggung kesejahteraan mereka. Tenaga outsource juga tidak harus diangkat sebagai karyawan tetap sehingga beban perusahaan berkurang.
Inilah yang menjadi pemikiran bagi para karyawan, dimana outsourcing hanya dianggap sebagai suatu upaya bagi perusahaan untuk melepaskan tanggungjawabnya kepada kayawan, dengan alasan efesiensi dan efektifitas pekerjaan, outsourching ini dilakukan.
Maka dalam outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing, dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing.
IV.    ANALISA
Pangaturan pelaksanan outsourcing bila dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan yang disebutkan di atas adalah untuk memberikan kepastian hukum pelaksanaan outsourcing dan dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, sehingga adanya anggapan bahwa hubungan kerja pada outsourcing selalu menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/Kontrak sehingga mengaburkan hubungan industrial adalah tidak benar.  Pelaksanan hubungan kerja pada outsourcing telah diatur secara jelas dalam Pasal 65 ayat (6) dan (7) dan Pasal 66 ayat (2) dan (4) UU Ketenagakerjaan. Memang pada keadaan tertentu sangat sulit untuk mendefinisikan/menentukan jenis pekerjaan yang dikatagorikan penunjang. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan persepsi dan adakalanya juga dilatarbelakangi oleh kepentingan yang diwakili untuk memperoleh keuntungan dari kondisi tersebut. Di samping itu bentuk - bentuk pengelolaan usaha yang sangat bervariasi dan beberapa perusahaan multi nasional dalam era globalisasi ini membawa bentuk baru pola kemitraan usahanya,menambah semakin kompleksnya kerancuan tersebut. Oleh karena itu melalui Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (5) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 diharapkan mampu mengakomodir/memperjelas dan menjawab segala sesuatu yang menimbulkan kerancuan tersebut dengan mempertimbangkan masukan dari semua pihak pelaku proses produksi barang maupun jasa.
Selain upaya tersebut, untuk mengurangi timbulnya kerancuan, dapat pula dilakukan dengan membuat dan menetapkan skema proses produksi suatu barang maupun jasa sehingga dapat di tentukan pekerjaan pokok/utama (core business) ; di luar itu berarti pekerjaan penunjang. Dalam hal ini untuk menyamakan persepsi perlu dikomunikasikan dengan pekerja/buruh dan SP/SB serta instansi terkait untuk kemudian dicantumkan dalam PP/PKB.
V.       KESIMPULAN
Pengaturan outsourcing dalam UU ketenagakerjaan berikut peraturan pelaksanaannya dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan sekaligus memberikan bagi pekerja/buruh. Bahwa dalam prakteknya ada yang belum terlaksana sebagaimana mestinya adalah masalah lain dan bukan karena aturannya itu sendiri. Oleh karena itu untuk menjamin terlaksananya secara baik sehingga tercapai tujuan untuk melindungi pekerja/buruh,diperlukan Pengawas Ketenagakerjaan maupun oleh masyarakat di samping perlunya kesadaran dan itikad baik semua pihak
VI.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat, apabila masih banyak terjadi kesalahan dalam penyusunan makalah ini, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif  supaya dalam penyusunan makalah ke depan lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi pemakalah dan pembaca pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA

Redaksi Sinar Matahari, Undang-undang ketenagakerjaan lengkap, Jakarta: SinarGrafika, 2004
http://pdfcontact.com/ebook/istilah_pengertian_hukum_ketenagakerjaan.html didonwload tanggal 19-5-2010
http://studihukum.wordpress.com/2008/11/11/hukum-ketanagakerjaan/ didonwload tanggal 19-5-2010



























HUKUM KETENAGAKERJAAN

Makalah

Di susun guna Memenuhi Tugas
Mata Kukiah: Pengantar Tata Hukum Indonesia
Dosen Pengampu: Novita Dewi. SH. MH




 















Disusun Oleh :
Abdul latif        092111002
Idham kholid    092111039
Amir mahmud  092111015
                                             Fahmi abdilah 0921110
                                            Bayu wismoyo 0921110


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA Islam NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009


 


[1] http://pdfcontact.com/ebook/istilah_pengertian_hukum_ketenagakerjaan.html didonwload tanggal 19-5-2010
[2] http://studihukum.wordpress.com/2008/11/11/hukum-ketanagakerjaan/ didonwload tanggal 19-5-2010
[3] Redaksi Sinar Matahari, Undang-undang ketenagakerjaan lengkap, Jakarta: SinarGrafika, 2004,hal 1-50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar